Subscribe:

Ads 468x60px

Rabu, 23 November 2011

Adat-Istiadat dalam Pergaulan Orang Melayu


Orang Melayu mengaku identitas kepribadiannya yang utama adalah adat-istiadat Melayu, bahasa Melayu dan agama Islam. Dengan demikian, seseorang yang mengaku dirinya orang Melayu harus beradat-istiadat Melayu, berbahasa Melayu, dan beragama Islam. Dari tiga ciri utama kepribadian orang Melayu tersebut, yang menjadi pondasi pokok adalah agama Islam, karena agama Islam menjadi sumber adat-istiadat Melayu. Oleh karena itu, adat-istiadat Melayu Riau bersendikan syarak dan syarak bersendikan kitabullah. Dalam bahasa Melayu berbagai ungkapan, pepatah, perumpamaan, pantun, syair, dan sebagainya menyiratkan norma sopan-santun dan tata pergaulan orang Melayu.
Orang Melayu menetapkan identitasnya dengan tiga ciri pokok, yaitu berbahasa Melayu, beradat-istiadat Melayu, dan beragama Islam. Dalam makalah ini, penulis akan mengemukakan beberapa hal pokok yang berkaitan dengan adat istiadat Melayu Riau.

Seperti diketahui bersama, segala hal yang bersangkutan dengan adat-istiadat Melayu belum banyak ditulis atau dicatat dengan jelas. Sejak dulu segala ketentuan adat-istiadat disampaikan dari satu generasi ke generasi berikutnya secara lisan. Saat ini ketentuan adat yang disampaikan hanya terbatas pada adat sopan-santun saja. Untuk dapat memahami adat-istiadat yang berlaku dalam pergaulan, perlu diketahui sumbernya terlebih dahulu, yaitu adat yang disebut “adat yang sebenar adat”. Sebelumnya, akan dibahas pengertian adat.

Buku yang membahas tentang adat sangat banyak, baik yang ditulis oleh ahli Indonesia sendiri maupun ahli asing. Kata adat juga tercantum dalam kamus-kamus Indonesia (baca: Melayu) dan ensiklopedi-ensiklopedi. Akan tetapi, penulis berpendapat bahwa semua buku itu belum dapat menjelaskan adat secara tuntas dan fundamental.
Pengertian “Adat” Secara Umum
Banyak orang keliru mengartikan adat, terutama generasi muda. Adat diartikan sama dengan kebiasaan lama dan kuno. Kalau mendengar kata adat, maka yang terbayang dalam khayalan adalah orang tua berpakaian daerah, upacara perkawinan, atau upacara-upacara lainnya. Oleh karena itu, jangan heran jika media massa pun sering keliru, sehingga pakaian daerah disebut pakaian adat atau rumah yang berbentuk khas daerah disebut rumah adat. Tegasnya, apa yang berbentuk tradisional dianggap adat.
Dalam Ensiklopedi Umum, kata “adat” diartikan sebagai:
Aturan-aturan tentang beberapa segi kehidupan manusia yang tumbuh dari usaha orang dalam suatu daerah yang terbentuk di Indonesia sebagai kelompok sosial untuk mengatur tata tertib tingkah-laku anggota masyarakatnya. Di Indonesia, aturan-aturan tentang segi kehidupan manusia itu menjadi aturan hukum yang mengikat dan disebut hukum adat (Yayasan Kanisius, 1973).
Pengertian adat di sini sangat terbatas, karena hanya berupa aturan-aturan tentang beberapa segi kehidupan. Hal ini berbeda dengan pendapat Prof. Dr. J. Prins yang mengatakan, “De adat overheerste tot voor kort alle terrein van het leven juist wat de plichtenleer idealiter beoogt te doen” (Prins, 1954). Pendapat Prins ini lebih mendekati pengertian yang sebenarnya, karena ia mengatakan bahwa adat meliputi semua segi kehidupan dan hanya untuk jangka waktu yang singkat.
Ensiklopedi Indonesia memberikan uraian yang lebih panjang, tetapi sulit untuk diambil kesimpulan. Kata adat berasal dari bahasa Arab urf dan Islam telah memberikan corak khusus dalam ketentuan-ketentuan adat dalam lingkungan pemeluk agama Islam.
Pengertian adat di Riau sendiri adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur tingkah-laku dan hubungan antara anggota masyarakat dalam segala segi kehidupan. Oleh karena itu, adat merupakan hukum tidak tertulis dan sekaligus sebagai sumber hukum. Sebelum hukum Barat masuk ke Indonesia, adat adalah satu-satunya hukum rakyat yang kemudian disempurnakan dengan hukum Islam, sehingga disebut “adat bersendikan syarak”. Menyatunya adat Melayu dengan hukum syarak diperkirakan terjadi setelah Islam masuk ke Malaka pada akhir abad ke-14, sebagaimana diungkapkan Tonel (1920):
Adat Melayu pada mulanya berpangkal pada adat-istiadat Melayu yang digunakan dalam negeri Tumasik, Bintan, dan Malaka. Pada zaman Malaka, adat itu menjadi Islam karena rajanya pun telah memeluk Islam.
Ketentuan-ketentuan hukum syarak telah dianggap sebagai adat yang dipatuhi oleh anggota masyarakat, sehingga sukar untuk membedakan ketentuan-ketentuan yang berasal dari adat murni dan ketentuan-ketentuan yang berasal dari hukum syarak.

0 komentar:

Posting Komentar