Tanpa adanya
perubahan sistematik dan mendasar dalam logika akal sehat pendidikan di negara
ini, kita akan semakin jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain.
Kalau pendidikan di negara kita masih ribut soal seragam dan buku pelajaran
setiap tahun, substansi pendidikan akan tergerus secara perlahan, namun pasti
oleh pergulatan kepentingan orang-orang di luar pendidikan itu sendiri.
Logis
dikatakan pendidikan kita semakin tertinggal sebab pergerakan perkembangan
pendidikan di berbagai belahan negara lain terus maju ke depan seiring dan
bahkan ingin mendahului pergerakan zaman. Kita juga bergerak, tetapi dapat
disaksikan betapa lambatnya kemajuan pendidikan di negara kita, kalau tak ingin
dikatakan stagnan sama sekali, atau bahkan mundur ke belakang. Kita mungkin
terlalu sering membicarakan pendidikan, tetapi merasakannya sebagai sesuatu
yang ”baik-baik” saja.
Nasib
pendidikan di negara ini semakin terpuruk karena terlalu banyak yang
dibicarakan tidak terkait dengan substansi pendidikan itu sendiri. Pentingnya
pendidikan bagi masa depan bangsa belum menjadi kesadaran umum, tetapi hanya
menjadi kesadaran pribadi-pribadi. Belum menjadi pikiran utama para elite
pengambil kebijakan, tetapi hanya sebagai sarana perebutan proyek.
Bangsa
yang maju tidak bisa dipisahkan dari cara pandang dan berpikirnya dalam rangka
untuk menempatkan kemajuan pendidikan sebagai tujuan pokok kebangsaan.
Pendidikan adalah kekuatan pembentuk masa depan, karena ia merupakan instrumen
yang mampu mengubah sejarah gelap menjadi terang atau sebaliknya.
Pendidikan
merupakan investasi kemanusiaan karena di sanalah masa depan peradaban ini
dipertaruhkan. Kini persoalan terbesar kita adalah bagaimana menyesuaikan serta
merancang cara berpikir dalam dunia pendidikan menghadapi perubahan dunia yang
kian kompleks, berubah cepat, sangat sulit diramalkan.
Dalam
hal ini, kita perlu belajar dari Seven Complex Lesson in Education for the
Future. Ini mengingatkan kita agar merumuskan kembali cara mengelola sebuah
pengetahuan. Pemikiran jauh ke depan diperlukan untuk membangun kembali fondasi
pendidikan guna mengembalikan pendidikan kepada visi dasarnya.
Pedoman Utama
Morin
dalam karya ini mengajukan tujuh pedoman utama dalam dunia pendidikan yang
dapat menjadi kompas bagi praksis pendidikan masa depan. Menurutnya, sangatlah
penting mengidentifikasi masalah-masalah mendasar yang sering dilupakan dalam
pendidikan.
Salah
satunya adalah pentingnya mendeteksi kekeliruan-kekeliruan dan ilusi yang selama
ini menyelimuti wajah pendidikan. Pendidikan adalah alih pengetahuan dalam arti
seluas-luasnya. Tapi sejauh ini, ia gagal menangkap realitas pengetahuan
manusia dalam seluruh kompleksitasnya.
Pengetahuan
tidak menjadi cermin atas hal-hal yang ada di luar dunia peserta didik.
Pendidikan belum menempatkan siswa sebagai pribadi yang utuh. Pendidikan di
negara kita belum mau mengembangkan kajian-kajian kultural, intelektual serta
proses pengetahuan manusia secara komprehensif.
Lalu
gagasan membangun prinsip keterkaitan dalam pengetahuan. Yang berkembang justru
pengetahuan yang bersifat parsial. Pembelajaran terlalu terkotak-kotak dan
membuat peserta didik cenderung tidak mampu menghubungkan linkage-nya. Lihatlah
hasilnya ketika para siswa tak mampu memahami persoalan sesuai dengan konteks,
dan yang sering terjadi adalah kepincangannya dengan realitas.
Substansi
pendidikan tidak menyentuh hal mendasar, misalnya mengenai sejauh mana
menciptakan lingkungan sekolah yang membuat siswa feel at home. Sekolah masih
menjadi tempat yang menakutkan dan bukan merupakan tempat bermain yang
menyenangkan bagi anak didik.
Lalu
guru sering hanya berperan sebagai pawang alias mentor. Mereka belum
terkondisikan menjadi teman bermain bagi siswa. Relasi hubungan yang terbentuk
laksana atasan dan bawahan, bukan sebagai teman untuk saling berbagi dan
memperkaya satu dengan lain. Orientasi pendidikan lalu diarahkan untuk
menyiasati UAN, dan bukan untuk membentuk manusia yang otentik, berkepribadian
dan peka terhadap dunia di luar sekolah.
Anak Pedalaman dan Pedesaan
Reduksi
ini menyebabkan manusia kehilangan daya kritis serta kemampuan bernalar untuk
menggunakan akal budi secara optimal. Pendidikan bangsa cenderung menciptakan
manusia kurang cerdas karena sejak dini anak didik tidak diajak untuk
menjadikan dirinya sendiri. Tanpa sadar, anak didik hanya dijadikan permainan
kapital belaka.
Hal
ini yang kini kita rasakan secara nyata. Ini masalah dan harus disadari sebagai
masalah yang serius bagi perkembangan pendidikan. Elite perlu tahu dan
menyadarinya sebagai tantangan hebat untuk menyambut masa depan Indonesia
yang beradab.
Perlu
dirumuskan ulang agar pendidikan tidak lagi menjadi instrumen politik. Kita
perlu duduk bersama antara pendidik dan orang tua serta pemerintah dalam rangka
merumuskan bersama kebijakan pendidikan yang berorientasi keindonesiaan.
Kebijakan yang manusiawi yang bisa membuat manusia Indonesia memiliki harapan ke depan
dalam konteks global. Bukanlah satu dua orang yang berjaya dalam olimpiade
internasional yang bisa kita banggakan untuk melihat pendidikan di Indonesia,
melainkan bagaimana anak-anak pedalaman dan pedesaan juga memiliki keunggulan
nyata dalam proses pendidikan yang manusiawi. Sebuah pendidikan yang bebas dari
kepentingan politik, maupun bebas dari oknum-oknum pencari laba (rent seeking).
Elite
cukup menyediakan kebijakan yang adil bagi semua, berpihak pada kaum lemah, dan
tidak membebani anak didik dengan materi yang tak masuk akal hanya karena
standar kelulusan ditentukan oleh angka-angka kuantitatif. Selanjutnya, biar
rakyat yang menikmati, merasakan, dan menjalani dunia pendidikannya sendiri.
Dalam
hal ini, paradigma baru pendidikan Indonesia dibutuhkan. Harus dan
harus, kita menggali kekayaan dan kebesaran visi misi pendidikan dari Ki Hajar
Dewantara. Mendesak dan amat urgen merumuskan visi pendidikan yang berorientasi
pada pendidikan seutuhnya untuk mencetak manusia Indonesia seutuhnya.
Pendidikan
seutuhnya dalam maksud Ki Hajar adalah pendidikan yang tidak mencabut akar
budaya yang membuat anak didik menjadi asing dengan realitasnya. Pendidikan
harus membuat manusia Indonesia
menjadi peka akan budi pekerti. Kepekaan inilah yang membuat manusia Indonesia akan
terbentuk sebagai pribadi yang berkehalusan budi serta berkeheningan batin.
0 komentar:
Posting Komentar